-->

Minggu, 26 Juni 2011

CerMath : Kisah si X part I




Tidaaak !! Hampir saja aku dibinasakan menjadi angka 1. Asal tahu saja, dalam dunia varibel bentuk angka merupakan akhir dari pekerjaan mereka. Contohnya jika kami berpangkat nol otomatis kami menjadi 1. Atau jika para manusia telah menemukan jati diri kami sebagai angka. Hanya bernilai satu angka, kecuali mereka memiliki pangkat yang tinggi. Ya, hanya pejabat-pejabat saja yang memiliki jati diri angka lebih dari satu. Sungguh aku iri dengan mereaka. Kapan ya, aku bisa menjadi seperti mereka ?

Oh iya hampir saja lupa aku memperkenalkan diri. Aku adalah variable yang paling terkenal dari jenis variable-variable lainnya. Aku adalah X. Banyak suka dan duka aku lewati sebagai jenis X. Kita mulai dari hal yang paling kusuka, yaitu aku sering diingat dan dikenang para manusia. Dari zaman Pak Khawarizmi (Bapak Aljabar) sampai Pak Einstein pun telah memakai aku. Dari anak SMP sampai professor dan ilmuwan juga memakai aku. Aku senang sekali. Nah, giliran hal dukanya, aku sudah capek dipakai terus, walaupun tak bisa kupungkuiri itu menyenangkan. Tapi yang namanya capek, tetap saja capek.

Yang paling sering memakai aku adalah anak SMP, terutama mereka yang baru saja meninggalkan sekolah dasar. Mungkin guru-guru mereka hanya memakai aku sebagai variabel dan tidak memperkenalkan jenis variable lain kepada mereka. Sedikit-sedikit memakai X, sedikit-sedikit memakai X. Huh... Pantas saja jika para manusia remaja itu kebingungan ketika mengahadapi soal aljabar dengan jenis varibel lain. Pernah suatu ketika seorang anak SMP tidak tahu bagaimana mengerjakan soal seperti ini : (2/3)d + 5/6 = 10. Mereka malah bertanya kepada gurunya, “Loh Pak, X nya mana ?”. Aku hanya nyengir sendiri...he..he… Kasihan si d, baru tampil pertama sudah dikecewakan. Huh….payah.

Ada yang kenal sama Mbah Diferensial ? Ya, itulah momok yang paling menakutkan bagi variable kecil, variable yang belum cukup dewasa dan hanya berpangkat 1. Sosok si Mbah itu sering dijadikan cerita menakutkan oleh para orang tua variable, terutama agar variable kecil seperti aku tidak sering bermain-main dalam dunia kalkulus. Tapi, wujud si Mbah bukan hanya mitos belaka. Dia nyata! Itulah sebabnya mengapa aku di awal tadi hampir dibinasakannya. Aku melanggar larangan ortu karena sok jagoan dan ingin dipuji dengan cara masuk dalam dunia kalkulus. Dapat anda bayangkan kan jika aku tersentuh sedikit saja oleh si Mbah ? Betul sekali, aku langsung berubah menjadi angka, yaitu angka terburuk, 1.

Kami bangsa variable menganggap bahwa berakhir dengan angka 1 merupakan kegagalan dalam pekerjaan. Mengapa ? Kan masih ada angka yang lebih kecil, seperti 0 dan angka negatif ? Mungkin kalian akan bertanya seperti itu. Jawabannya simpel saja, angka 1 tidak memberikan dampak kepada angka lain. Jika suatu angka dikalikan dengan 1, ya tetap saja angka itu yang muncul dan tidak memberikan dampak yang signifikan. Coba kalau angka 0 dan negatif, sekalipun mereka dikalikan dengan angka yang besar tetap saja ada bagian dari mereka yang terlihat. Memang aneh, tapi paradigma dalam masyarakat variable yang berkembang memang seperti itu. Aku pun sedikit tidak setuju dengan pandangan tersebut.

Ayahku bekerja di kementrian Logaritma. Walaupun ayahku belum mencapai tingkat basis dalam logaritma, tapi aku cukup bersyukur dengan keadaan ini. Tingkat basis adalah tingkatnya para pejabat. Kalian tahu sendirikan jika suatu variable berada dalam basis, maka dengan mudahnya pangkat akan bertambah secara signifikan. Misalnya dalam kasus x log 125 = 3. Maka pangkat x akan naik drastis menjadi 3. Otomatis pekerjaan pun tidak berkahir dengan 1. Sungguh pekerjaan yang sangat diimpikan semua orang. Hufft. Tetapi dalam kementrian logaritma, ada juga variable yang tidak berkahir dengan manis seperti yang aku contohkan. Mereka mendapatkan hasil sama dengan yang jelek seperti 0. Aku pikir mereka pantas mendapatkannya. Mau tahu alasannya ?? Satu kata saja cukup, KORUPTOR. Yah, mereka para koruptor angka yang seenaknya saja berbuat tanpa mementingkan variable lain. Huh, rasakan itu ! Mereka otomatis dibinasakan menjadi angka 1. Apakah di dunia kalian, para manusia, juga seperti itu ??

TING-TONG !! Waduh, bel masuk telah berbunyi. Aku harus memenuhi pekerjaanku terebih dahulu. Para anak SMP itu akan memakai aku lagi. Jadi, tunggu aku kembali ya !! Tenang saja, tidak lama kok…he…he…
Penasaran ?? Klik disini...

Minggu, 19 Juni 2011

Bingung ??


Pikiranku kosong…
Kosong sama dengan nol…
Nol adalah bundaran oval…
Oval sama dengan elips…
Elips adalah gabungan dua lengkungan…
Lengkungan hampir sama dengan cekungan…
Cekungan adalah garis lurus yang dibengkokan…
Dibengkokan sama dengan dibelokan…
Dibelokan adalah dijauhkan dari tujuan awal…
Tujuan awal adalah perwujudan dari pandangan mendasar…
Pandangan mendasar hampir sama dengan pelopor pikiran…
Pelopor pikiran apakah merupakan pikiran kosong ??

Aku bingung….
Penasaran ?? Klik disini...

Membisu


Dengan kebodohan aku naik keatas…
Menengadah dengan penuh arti…
Selama aku dapat melihat setitik cahaya fajar…
Kaki-kaki ini tak pernah berhenti…
Meski semua ini hanya ilusi..
Ya, hanya ilusi…

Ujung kuku pun membatu…
Ketika lenganku telah menyentuh lembut…
Bulu-bulu kecil salah satu rumput..
Kemudian ia bertanya, “Benarkah kau telah menyentuhku ?”
Lalu ia membentak, “Kau tak berhak !!”
Sejenak aku berhenti…
Tak ada tempat berpegang…
Hilang keseimbangan…
Perlahan melayang ke bawah…
Dan…
……………………………..
……………………………..
Jatuh……………………….

Puncak tak begitu buruk dari bawah sini…
Mencoba menghibur diri…
Di tengah perasaan pecundang sejati…

Mungkin memandang sudut lain akan lebih baik….
Haruskah kuhancurkan dasarnya ?
Dengan begitu puncak akan datang kepadaku…
Tapi………..
Tak akan ada istimewanya…..
Tak kan ada keindahan…
Semuanya datar….

Langit pun mencoba menceramahiku…

“Wahai anak adam. Jika kau berbuat demikian, kau sama saja membunuh dirimu sendiri. Semua rintangan di pasung begitu saja tidak kau manfaatkan. Semua ketegangan kau jerat layaknya sampah. Dan semua daya kreatifitas terpenjara dalam egomu sendiri hingga membusuk tak karuan. Itukah yang kau inginkan ? Itukah yang kau inginkan ?”

Aku gemetar,
Dan membisu….
Penasaran ?? Klik disini...

Jumat, 10 Juni 2011

Adakah yang Mau Menerima Saya Apa Adanya ?




Adakah yang mau menerima saya apa adanya ?
Adakah ?
Adakah ?
Atau mereka hanya menikmati kelebihan saya saja ?
Lantas bagaimana dengan kekurangan saya ?
Ataukah….

Beberapa tahun yang Lalu

Dalam komunitas tertentu saya sering kali tidak dianggap ataupun tidak dihargai sama sekali. Bahkan mereka bisa-bisanya menghujat saya tanpa alasan tertentu. Mungkin memang ada alasan, tapi alasan yang tidak pantas disebut sebagai alasan. Perbedaan. Ya itulah satu-satunya benteng yang dapat mereka jadikan sebagai tempat berlindung.

Hmmm…. Baru kali ini saya menghirup udara sang sumatera. Waktu dimana saya dan keluarga pertama kali berlabuh di suatu tempat bernama Aceh. Pada awalnya saya sangat sulit berbaur dengan teman sebaya. Entah apa alasannya, tapi mungkin karena saya berbeda. Berbeda dalam hal suku, gaya bicara, sikap, dan lain-lain. Dalam hal suku, jelas saya berbeda karena saya berasal dari Pulau Jawa begitupula dengan gaya bicara. Nah, dalam hal sikap mungkin saya sedikit berbeda dengan manusia-manusia di bumi ini. Aneh, itulah kata yang pertama kali terlintas jika melihat saya. Karena “aneh” ini pula lah, mungkin saya sering di acuhkan dan tidak diperhitungkan.

Lalu bagaimana ketika saya kembali ke tanah Jawa ? Mereka pun begitu. Saya sering disepelekan dan tidak dianggap. Mungkin karena saya sudah beradaptasi dengan darah Sumatera sehingga membuat saya berbeda kembali. Apakah itu sifat asli manusia ? Mari kita tanya diri kita masing-masing.

Kini

Saya perlahan-lahan mulai merasakan arti bersosialisasi dan bergaul dengan orang banyak. Mau tahu penyebabnya ? Sebab pertama karena darah saya sudah mulai berubah menjadi Jawa. Anda semua mengerti kan apa yang saya maksud dengan “darah” ? Sebab kedua yang saya rasa paling berpengaruh yaitu karena saya sudah bisa perlahan-lahan menutupi sifat “aneh” saya. Entahlah, mungkin karena saya sudah sedikit menjadi remaja menuju kearah dewasa.

Dalam hati kecil, terkadang saya merasa kasihan dengan “saya kecil” yang baru mengenal dunia. Ia belum bisa mengendalikan keanehannya. Oleh karena itu, begitu terjun ke lautan manusia, langsung ditenggelamkan tanpa ampun dengan perihnya hujatan-hujatan. Akibatnya lihatlah saya sekarang. Saya menjadi orang yang tidak PD (Percaya Diri) apabila tampil di depan banyak orang. Apakah itu adil ? Sungguh, sungguh tidak adil. Sama sekali tak adil.

Yang sangat saya sesalkan mengapa manusia-manusia itu tega melakukan hal seperti itu terhadap saya ? Mengapa saya tidak diberi sedikit kesempatan untuk berubah ? Akankah mereka sadar atas apa yang mereka lakukan ? Mari sekali lagi kita tanya diri kita masing-masing.
Penasaran ?? Klik disini...

Jumat, 03 Juni 2011

Keluhan Sang Bumi part I


Ada apa dengan zamaaaaaan iniiiiiiiiiiiiii ?? (#sambil teriak)

Zaman dimana keegoisan manusia semakin merajalela, tidak peduli dengan sesama dan tidak peduli dengan lingkungan. Huffft (#menghela napas panjang)
Lihatlah sekarang keadaan kota-kota besar ! Sampah bercecer di sungai-sungai dan asap kendaraan mengepul tinggi menghilangkan keindahan sang pagi. Tidak bisakah mereka (baca:manusia-manusia)mengalah sedikit untuk lebih menghargai sang bumi ?? Bisakah ??
Mari kita tanya diri kita masing-masing.

Hooeeekkkk ! Bau tidak sedap menusuk hidung saya. Sampah-sampah membusuk di sungai-sungai kecil dan membuat warnanya hitam sekelam kelakuan para pembuang sampah itu. Tidakkah mereka berpikir bahwa yang mereka lakukan itu dapat merusak keseimbangan alam ?? Atau mereka hanya memikirkan tentang diri mereka sendiri ?? Kasian makhluk-makhluk kecil yang hidup dalam sungai tersebut. Manusia telah merampas hak hidup mereka secara paksa. Sungguh tragis. Benar-benar tragis.

Tolong !! Saya tidak dapat bernapas ! Tenggelam dalam kepulan asap beracun yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Ya benar, kendaraan-kendaraan itulah yang mengemisikan mereka. Kendaraan yang berbunyi bising dan sering dibanggakan oleh manusia-manusia saat ini. Mereka sengaja dikendarai dengan alasan untuk memudahkan dan mempercepat perjalanan para manusia. Tapi bagaimana dengan efek sampingnya ?? Apakah para manusia itu memikirkannnya ? atau malah mereka tidak mau tahu ? Huuhh... lagi-lagi para manusia itu penyebabnya.

Memang saya maklumi bahwa pada zaman modern seperti ini manusia-manusia tersebut harus memiliki mobilitas yang sangat tinggi untuk berada dalam tempat berbeda dalam waktu yang singkat. Itu sih sah-sah saja mereka menggunakan jasa sang kendaraan bermotor. Tapi hal tersebut harus ada batasannya juga, yaitu hanya untuk urusan yang sangat penting saja. Lalu bagaimana dengan para pelajar atau pekerja (misalnya) yang masih bisa mengusahakan menggunakan kendaraan tak bermotor ?? Nah, itu yang sangat saya sesalkan. Mereka masih bisa pakai sepeda (misalnya) untuk menempuh perjalanannya. Kalau memang perjalanannya terlampau jauh, mereka dapat memulai bersepeda dengan waktu yang lebih awal. Marilah kita sedikit berkorban demi keseimbangan alam, demi kelangsungan hidup saya sebagai sang bumi.

Terus terang saja saya sangat iri dengan suasana zaman dahulu dimana semuanya masih natural. Tidak ada gas beracun yang berlebih, tidak ada sampah-sampah yang menggenang. Makhluk hidup pun terjamin hidupnya. Akankah semua itu hanya imajinasi belaka ?? TIdak !! Kita dapat mengusahakannya lagi dari awal, asalkan zat yang bernama "EGOIS" itu bisa dikurangi sedikit demi sedikit.

Tolonglah wahai manusia ! Tolong mengerti akan saya. Saya ingin hidup lebih lama, saya ingin melihat bagaimana lucunya anak dan cucu kalian. Terlebih lagi, umur saya sudah tidak muda lagi. Itulah satu permintaan terkahir saya untuk anda para manusia !
huuffffttttt (#menutup dengan menghela napas panjang)
Penasaran ?? Klik disini...