-->

Selasa, 26 Juli 2011

Cermath : Kisah si X part III


Dibawah pohon simbol integral ini kami berteduh, melepas penat, dan melayangkan sedikit kecemasan. Entah sudah berapa lama kami berjalan sejak melewati gerbang fungsi limit. Pohon integral ya ? Hmmm…Dulu sewaktu aku masih anak-anak, ketika aku kabur ke dunia kalkulus tentunya, aku terpesona oleh kemegahan pohon ini. Begitu anggun dan elegan. Ada kesan yang menyenangkan sekaligus menyeramkan dalam pohon ini. Biasanya banyak variabel yang berjibaku untuk berjejer tepat didepannya. Kau tahu mengapa ? Karena saat-saat seperti itulah Mbah integral yang baik hati (tidak seperti mbah diferensial) mulai melakukan pekerjaannya. Ia akan menaikan setiap pangkat variabel yang berada didepan pohon integral. Tapi banyak juga loh yang binasa !. Angka-angka sering terbawa oleh angin dan hinggap diatas pohon itu atau jatuh tepat dibawahnya. Buuuuft !! Seketika pohon tersebut memiliki batas dan membuat semua variabel mengakhiri tugasnya. Sungguh tragis

Kulihat banyak variabel kerdil (dwarf) berbentuk “dx” mondar-mandir kesana kemari memulai hari yang indah ini. Ya memang, mereka sejenis dengan ku tapi sedikit berbeda dalam hal ukuran tubuh. Merekalah yang selalu membantu Mbah integral menjalankan tugasnya secara sukarela. Ku pandangi sekelilingku, mencari pertanda kemana penganut teorema sesat membawa kedua anakku. Hasilnya nihil. Semua serba abu-abu. Sudah seminggu aku berada di dunia kakulus ini, tapi belum menemukan kemajuan. Aku bingung, hilang arah kemana aku harus mulai melangkah. Ku putuskan untuk bertanya kepada Pak dx. Sungguh bingung aku dibuatnya. Entah apa yang dia katakan karena bahasanya sedikit berbeda. Mungkin karena aksen “aneh” yang membuatnya seperti itu. Tapi satu hal yang dapat aku pahami dengan jelas. Dia berkata bahwa jika ingin mengetahui seluk-beluk dunia ini dengan jelas, kenapa tidak bertanya kepada Mbah integral. Benak ku seketika membenarkan dan harapan ku pun mendadak tumbuh menjulang ke atas. Dengan semangat aku mengajak istri ku untuk cepat-cepat menemui Mbah integral. Benar-benar sangat berapi-api.

Disinilah sekarang aku berdiri, di depan sebuah gubuk tua, di ujung jalan setapak yang hampir tak terlihat karena tertutup oleh akar-akar pohon simbol integral. Perlahan-lahan kudekati pintu kumuh itu dan mencoba membuat beberapa ketukan. Ia pun keluar. Sesosok makhluk matematika tua yang kelihatannya telah melewati beberapa kejadian sangat pahit, siapa lagi kalau bukan Mbah integral.

“Masuklah !! Aku tahu dimana penganut teorema sesat itu berada…”

Kami pun masuk dengan tidak mengurangi sikap waspada. Hebat ! Dia dapat mengetahui tujuanku tanpa bertanya lebih dahulu. Dia ini dukun atau apa sebenarnya ? Aku bergumam dalam hati.

“Tenanglah, aku bukan dukun. Mereka berada di seberang sungai barisan aritmetika tak jauh dari tempat ini. Tapi, waspadalah ! Karena disana musuhku si Diferensial sering berkeliaran. Kalian dapat menggunakan formula atau rumus agar dapat berpindah dengan cepat dalam menyeberangi sungai itu. Aku sarankan pakailah formula ‘Un’. Aku jamin kalian tidak akan bertemu si bedebah Diferensial itu !”

“Te, te, terima kasih Mbah…”, aku menjawab dengan terbata-bata.

“Sudahlah ! Jangan kau diam saja disana. Cepat pergi sebelum kalian kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan anak kalian selamanya !”

Dengan penuh rasa percaya diri, kami pergi menyusuri jalan kecil menuju sungai barisan aritmerika. Suasana agak mencekam di sepanjang jalan ini. Entah apa yang membuatnya, aku tak tahu. Tapi untunglah isteriku setia menemaniku. Berjalan berdua di jalan kecil seperti ini, membuat aku mengenang masa-masa indah ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Masa dimana kami sering duduk berdua di sisi sebuah jalan kecil dekat taman matriks. Menatap indahnya pemandangan sekumpulan fungsi naik dan fungsi turun. Tak luput determinan pun terlihat di tengah-tengahnya. Sungguh memesona. Aku ingin kembali ke masa itu. Tiba-tiba salah satu pikiranku yang lain menyerobot dan membuyarkan kenangan indahku. Aku teringat pesan Mbah integral. Aku harus membuat sebuah formula terlebih dahulu sebelum tiba di sungai itu. Baiklah, untung saja bahan-bahannya mudah didapat, yaitu hanya beberapa angka dan bahan-bahan lain. Karena tak ingin membuat resiko, aku membuat formula yang berbeda dari apa yang si Mbah sarankan. Formula ‘Sn’ !! Aku pikir itu akan membuat perpindahan menjadi semakin cepat sehingga Mbah Diferensial tak dapat mengejar kami. Ya hanya itu tujuanku, tak ada yang lain.

Angka-angka terlihat indah mengalir dalam sungai barisan aritmetika ini. Seakan-akan mereka hidup dan memberi salam padaku. Aku pun membalas salam mereka dengan sebuah senyuman. Tetapi sepertinya mereka tidak senang akan hal itu. Mereka tiba-tiba saja bergelombang dan membuat riakan yang sangat besar. Aku cemas sekaligus khawatir dengan apa yang akan terjadi. Oh tidaaak !! Ternyata itu Mbah Diferensial yang sedang menunggu mangsa dibawah sana. Cepat-cepat aku gunakan formula yang telah aku buat. Sial, aku baru sadar bahwa efek formula itu akan bekerja 1 menit kemudian sedangkan si Mbah telah berada dalam jarak beberapa meter di depan kami. Dengan refleks kami pun berlari ke arah hutan menjauhi si Mbah. Tetapi ia lama-kelamaan semakin mendekat dan menjadi sangat dekat. Detik-detik terakhir sebelum menyentuh tubuh si Mbah, efek formula itu bekerja ! TRING !! Kami melesat menjauhi si Mbah. Partikel-partikel udara berhembus dari hidungku menandakan sebuah kelegaan. Hufft. Namun baru beberapa detik saja, formula itu membawa kami ke dalam arah yang salah ! Aku takut, tegang, sekaligus cemas.

Kami malah semakin mendekat ke arah Mbah Diferensial. Sontak dia pun mencoba menyentuh kami. Kami berusaha bergerak melawan arah gerak formula tetapi energi yang kami punya hanya sedikit. Aku paksakan dengan sekuat tenaga dan akhirnya berhasil ! Aku perlahan-lahan keluar dari lintasan formula itu. Aku senang sekali. Namun ada yang sedikit berbeda. Isteriku !! Dimana dia ?? Aah tidaak !! Ia masih berada dalam lintasan itu !. Apa yang harus ku perbuat ? Lalu dalam sekejap, didepan mataku, ia berubah menjadi angka. Aku lemas, menjerit dalam hati, dan termenung sejenak.

“Ini salah ku !! Seharusnya aku mendengar kata-kata Mbah Integral ! Ini semua salah ku !! Mengapa aku mengubah formula itu menjadi “Sn” ? Bodohnya aku !! Benar-benar bodoh ! Tuhan, dapatkah aku mengulang semuanya ? Ku mohon ?! Beri aku kesempatan kedua ?! Arggghhhhh… Tidaaaaaaaaaak !!”

Haruskah aku melanjutkan perjalanan ini ? Di tengah keadaan duka seperti ini ? Aku bimbang belum dapat memutuskan.

Bersambung...
Penasaran ?? Klik disini...

Senin, 11 Juli 2011

Cermath : Kisah si X part II


Hufftt…. Akhirnya beres juga pekerjaanku di sekolah menengah pertama ini. Sungguh sangat melelahkan. Aku harus mondar-mandir dari satu buku, ke buku lainnya. Tetapi sang anak manusia itu tak kunjung mengerti pula. Apakah aku yang salah ? Atau guru mereka ? Mari kalian semua, para manusia, renungkan. Aku hanya bisa diam disini menunggu seorang manusia jenius yang bisa memaksimalkan potensiku

Papan tulis sedikit bedebu disini. Hal itu membuat kedatangan sang jenius terlihat jelas dari pulupuk mataku. Seorang anak remaja yang terlihat biasa saja, agak kucel memang. Tapi sungguh aku akui aura kejeniusannya terlihat jelas disudut ruang. Ia sangat lihai menggunakanku sampai-sampai aku tak tak butuh tenaga untuk membantunya. Bayangkan, sorang anak SMP (berasal dari peadalaman ku duga) mampu mengupas hampir semua teori-teori yang membuat bingung para sarjana muda. Bahkan para guru itu sampai geleng-geleng kepala dibuatnya (tentu saja bukan berarti mabuk…hehe). Entahlah darimana asalnya semua teori yang ia kuasai itu, akupun tak habis pikir. Inilah sosok yang ku tunggu-tunggu, yang mampu mengubah dunia manusia maupun dunia kami, dunia ilmu pengetahuan. Hai para remaja di muka bumi, kalian patut malu dan contohlah sang anak ajaib ini.

Sepulang dari pekerjaan ku di salah satu sekolah menengah pertama swasta itu, aku pun melepas penat dengan berkeliling taman matriks. Angka-angka berjejer dengan rapi sesuai dengan ordonya, para variable pekerja pun dengan giat mengurus kebun taman mereka. Pandangan ku tiba-tiba berhenti pada satu titik di ujung jalan, yang membuat ku terpesona. Terpesona bukan kepalang. Sebuah taman matriks identitas terpapapar indah dengan sentuhan yang luar biasa. Memang ukurannya tidak terlalu luas, hanya 2 x 2 saja, tapi penataannya itu yang membuatku terpesona. Ditengah-tengah taman itu, sesosok variable muncul dengan senyuman memukau. Ya, dia adalah variable yang paling indah yang pernah aku temui. Namun, aku belum sempat menanyakan identitasnya. Tapi tak apalah pikirku. Mungkin aku besok bisa menemuinya lagi disini.

Matahari esok telah bangun dari tidurnya. Aku bersemangat sekali hari ini karena sesuatu hal yang kalian pasti tahu apa itu. Aku mulai berlagak seperti detektif untuk mencari data tentang dewi variable yang telah mengisi himpunan kosong sang hati ku ini. Kalau membahas tentang data, aku tahu tempat yang tapat. Departemen statistika !! Tempat itulah yang menyediakan data yang akurat tentang variable di dunia ini. Sempat linglung juga aku ketika berada disana. Karena ada banyak sekali data, dan saya tidak tahu data tentangnya ada dimana. Bingo !! Entah takdir yang membawaku atau apa, secara kebetulan aku menemukan berkasnya tergeletak di atas meja. Lega hatiku ketika mengetahui identitas aslinya, dia adalah variable “Y”, putri satu-satunya dari Pak “Z”.Dengan nafas yang tergesa-gesa aku segera menuju taman matriks berharap ia ada disana seperti kemarin. Brukk !! Tiba-tiba aku bertabrakan dengan satu variable, ternyata dia !!

Berawal dari pertemuan tak lazim itu, kemudian hubungan kami berlanjut menjadi sepasang kekasih yang tidak dapat dipisahkan setelah kejadian bersejarah itu. Kami sudah berikrar janji dan pindah ke daerah pesisir diagram cartesius. Kami bersama-sama dalam persamaan garis dan memiliki sepasang anak X dan Y dalam persamaan lingkaran. Yah, memang kini umurku sudah berpangkat 2 dalam persamaan itu. Hari-hari kami lewati dengan kebahagiaan yang luar biasa. Sungguh keluarga yang aku idam-idamkan selama ini. Anak-anak ku pun tidak ada yang nakal, semuanya begitu penurut. Ya, memang aku sedikit khawatir akibat berkembangnya isu tentang teorema sesat yang sering menculik anak-anak kecil. Ditambah anak-anakku cukup cerdas untuk mereka jadikan incaran. Tapi aku yakin selama berpegang teguh pada teorema (semacam agama dalam kehidupan manusia) yang benar .

Suatu ketika, ketakutanku semakin menjadi-jadi. Terdengar kabar disana-sini bahwa sepasang anak-anakku telah ikut dalam teorema sesat itu. Aku panik dan hilang kendali. Apa yang harus ku lakukan ?? Akhirnya aku memutuskan melapor kepada sesepuh di rumah polinom. Rumah polinom merupakan rumah tempat berkumpulnya variabel-variabel yang telah berpangkat lebih dari 1000. Tetapi kini, para sesepuh dirumah itu tidaklah banyak. Kau tahu mengapa ? karena sebagian mereka disana telah direinkarnasikan sesuai dengan teorema sisa pembagian. Pangkat mereka yang tadinya beribu-ribu kini menjadi satuan kembali.

Betapa terkejutnya aku mendengar informasi yang dikatakan para sesepuh. Para penganut teorema sesat membawa jemaah mereka ke dunia kalkulus yang begitu aku takutkan. Mereka akan membuat suatu formula matematika yang dapat mengubah dunia ini menjadi semakin kelam, dipenuhi dengan himpunan kosong. Sebenarnya bukan hanya tugasku untuk menghentikan mereka, tapi tugas semua variabel di dunia ini. Yah, apa boleh buat, mereka tidak peduli dengan keadaanku. Aku terpaksa pergi bersama istriku untuk mengarungi dunia kalkulus. Satu-satunya jalan menuju kedunia itu adalah melalui gerbang fungfi limit. Memang agak berat hatiku masuk kembali kedunia itu, ini semacam trauma kecil. Tapi demi kedua buah hatiku, aku siap. Aku siap menerima resiko apa pun itu. Kami siap. Sangat siap.

Bersambung….
Penasaran ?? Klik disini...